OpenStreetMap logo OpenStreetMap

tukangsampat's Diary

Recent diary entries

Jika anda ingin membuat/menyunting peta OpenStreetMap untuk wilayah Indonesia, akun ini menyarankan menggunakan foto udara dari BHUMI ATR/BPN yang digunakan oleh akun ini selama 2 bulan. Dari editan lamanya anda bisa menemukan link foto udara yang didapatkan.

BHUMI ATR/BPN dipilih oleh penulis akun ini karena kualitas fotonya lebih baik dari yang disediakan Bing/Esri, namun sama dengan OpenAerialMap dengan kualitas yang ditawarkan oleh para voluntir-voluntir OAM yang masih terikat erat dengan Humanitarian OSM sama primanya. Sayangnya, ruang lingkup OpenAerialMap sangat terbatas di Indonesia ketimbang BHUMI ATR/BPN.

Karena berupa data terbuka, dibuat oleh instansi pemerintah (Kementerian Agraria & Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN)) dan tidak memiliki catatan hak cipta, per UU Hak Cipta No. 28/2014, pasal 43 ayat B, maka seharusnya BHUMI ATR/BPN terbuka untuk umum.

Di balik sisi positif ini, selalu ada kekurangan. Ada beberapa data foto udara berkualitas tinggi yang Kementerian ATR/BPN tidak miliki maupun datanya rusak dan/atau ketinggalan zaman sehingga perlu dilakukan beberapa langkah seperti kroscek ke foto udara Bing/Esri dan melakukan zoom in/out untuk melihat data yang “hilang” tersebut.

Sebagai penutup, ada dua harapan. Semoga voluntir OAM dari Indonesia memperbanyak foto udaranya, menyosialisasikan OAM kepada pengguna drone tanah air dan Kementerian ATR/BPN serutin-rutinnya membuat foto udara berkualitas untuk kebaikan bersama.

If anyone who want to edit Indonesian maps, I recommend using BHUMI ATR/BPN aerial imagery data as source. You may see the links from my last 2 months of renewed editing career of OpenStreetMap.

The primary reason I use BHUMI is their data quality is crisper and detail than Bing/Esri data (but as crisp as OpenAerialMap data), more extensive (OAM has limited coverage; in Indonesian context, their coverage is tinier than a grain of rice) and as a work of Ministry of Agrarian and Spatial Planning (Kementerian Agraria & Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara), based from open data and their BHUMI website does not mention the copyright, it is in public domain (art. 43 point B of 2014 Copyright law/UU No. 28 Tahun 2024).

(You may object the last one, as I judge it solely on their website’s statement and my limited understanding to Copyright Law. In their website, the term of use is only limited to general responsibility using BHUMI ATR/BPN data. If you consider their data as copyrighted, that means 2 months’ worth of cleanup. Not an easy task, I hope don’t let it happen!)

However, some of their data might be not up to date or broken, so please cross-check with less than detail Bing/Esri data and zooming in and out, because you could get detail out of it.

I have big wish about this: ATR/BPN keep making high-quality imagery, and Indonesian OAM contributors to do the same, not just waking up when they do a mapathon!

Pertanyaan mimin SGPC alias tukangsampat at the OpenStreetMap sederhana.

Banyak variasi jalan gang yang tergambar di peta OSM di Indonesia yang tidak seragam. Sebaiknya, untuk standarisasi sebaiknya, jalan gang di Indonesia:

  • ditanda sebagai alley (highway:service, service:alley)
  • ditandai sebagai jalan setapak untuk pejalan kaki (highway:footway) - yang artinya satu jenis tag dengan jalan setapak biasa
  • atau sebagai jalan bersama (highway:living_street)

Cukup banyak gang di kota-kota maupun pedesaan di Tanah Air yang terasa terlalu lebar untuk sepeda motor namun sempit untuk kendaraan roda empat, tetapi dalam editor tag Allowed Access (motor_vehicle) bisa diartikan baik roda dua maupun roda empat, jadi sulit mencari pengecualian. Saat ini, versi mimin adalah merupakan sebuah alley.

Silahkan tanggapi di kolom komentar dan argumennya.

Sebagai seorang mapper paruh waktu yang paham dengan permainan di dunia OpenStreetMap (ingatkah anda dengan tulisan mimin pada 2018 yang mengritik praktik pembuatan peta ala Humanitarian OpenStreetMap Indonesia (HOT OSM Indonesia)?) dan menekuni dunia dokumentasi sejarah bangunan dan arsitektur melalui blog Setiap Gedung Punya Cerita (SGPC), mimin memandang bahwa dengan fitur yang tersedia, kita bisa memadukan keterbukaan OpenStreetMap dengan informasi yang didapatkan dalam pembuatan blog SGPC.

Jadi bagaimana caranya? Sederhana kalau implementasinya dari sudut pandang SGPC; tidak kalau implementasi di OpenStreetMap.

Pemanfaatan peta OSM di SGPC

Mimin membuat Setiap Gedung Punya Cerita karena banyak faktor, antara lain tidak tereksploitasinya dokumen sejarah dalam bentuk publikasi buku dan majalah sebagai referensi sejarah sebuah bangunan/obyek arsitektur serta memecah dominasi bangunan era Belanda dalam diskursus sejarah perkembangan perkotaan di Indonesia.

Blog ini sudah berjalan sejak 2018, dimana dalam tahap ini sudah ada kurang lebih 800 bangunan yang sejarahnya telah dikompilasi dan dicatat oleh blog ini. Inilah blog single fighter yang sesungguhnya, karena jarang masyarakat kita yang tertarik membuat kontennya sendiri.

Kembali ke topik pembicaraan, pemanfaatan peta OSM di SGPC dibantu dan dimudahkan oleh plugin bernama Leaflet. Leaflet menggunakan peta OSM untuk sumber lokasi datanya. Walau ada kelemahan yaitu orang tidak bisa mencari arah jalan di negara yang sudah kadung dibiasakan dengan peta proprietary semacam Google, setidaknya ini membantu masyarakat dalam mencari lokasi sebuah bangunan, selain melalui cara lama yaitu alamat.

See full entry

Saya rasa lima tahun saya tidak menulis diari atau tulisan di OpenStreetMap. Sejak tiga tahun belakangan saya lebih banyak menulis artikel di blog mengenai bangunan bernama Setiap Gedung Punya Cerita. Blog ini benar-benar menarik bagi anda pecinta sejarah arsitektur, jadi cobalah untuk mengunjunginya, semoga menjawab penasaran anda mengenai bangunan tinggi dan juga gedung-gedung menarik, atau biasa saja, atau membawa memori masa lalu anda. Blog SGPC ini juga menggunakan tagging peta OpenStreetMap karena OSM itu lisensinya terbuka dan fleksibel dibanding peta-peta populer seperti Google Maps (pelit amat lu paman Google).

Oke, tulisan ini mengajak “anak rebah”, “anak meme” dan masyarakat umum untuk berkontribusi lewat OpenStreetMap. Bagaimana caranya? Penulis rasa sederhana sekali ya, cuma entah bagaimana, orang-orang pada pakai Google Maps dimana aturan hak ciptanya bikin nyebelin pengguna lain (dengan anda memasang tag di peta, berarti ilmu geografi anda sendiri digadaikan ke Google, bukan ke sembarang orang).

Gimana caranya ya?

Kalau anda pakai komputer PC atau laptop, ini caranya:

See full entry

Location: Ujung Hyang, Ujung, Kecamatan Karangasem, Karangasem, Bali, Nusa Tenggara, 80311, Indonesia

#PDCSurabaya Destroyed Surabaya (and clarification below)

Posted by tukangsampat on 8 January 2017 in English. Last updated on 10 January 2017.

= Update: See the comment section for clarification from HOT OSM Indonesia. Thanks bro/sist, they’re do what I thinking about during writing of this rant =

My first entry is full of rants and criticism to HOT OSM Indonesia team, the people behind #PDCSurabaya event, who allowed their participant to corrupt and demolished much of Surabaya’s data integrity on OpenStreetMap.

Despite all of “hard work” they made, I have discovered that before I partially fixed them (Gedung Keuangan Negara, schools and post office in Central Surabaya, name a few), many of already-good map data in Surabaya on OSM was lost or mangled. Building polygon ‘merged’ into area polygon as part of relations, and relations have much non-standard basic entries (address, school ownership and others, but I appreciate data additions about buildings although it is inaccurate), making it very difficult to simplify for better rendering on much-universal OSM data-based applications. Also, all third- (kodya), fourth- (kecamatan) and fifth-level (kelurahan) administrative borders are wiped (addition: not just wiping, they REALLY corrupted them. Querying locations around the Surabaya returned with empty Enclosing Features, and showing maxlat uncaught exception error on browser’s inspect tool. This is never happened outside Surabaya where administrative borders are preserved). Polygon quality are mixed, mostly poor.

If HOT OSM wishes to make another PDC on other cities in Indonesia, PLEASE RESPECT OLD DATA BEFORE EDITING! It is a valuable basis and example to be copied for the project, not egoistically wiped them for your mangled data, which for me, needs more clarity. Government or individuals must openly provide data to them, to ease their work, especially on administrative border. If you want good example, see what I mostly have done in Denpasar and Amlapura (my hometown). Unfortunately I have no time to do mapping recently due to my own real-life issues.

See full entry

Location: RW 02, Krembangan Selatan, Krembangan, Surabaya, East Java, Java, Indonesia