Menyemarakkan tulisan Arab Melayu
ایہہ 1؍February 2025ء Indonesian (Bahasa Indonesia) وچ «diodaix» لیکھ چھپیا گیا سی۔ ایہہ 16؍August 2025ء تے پہلا نواں کرنPernahkah berpikir, bagaimana jika kita ingin menambahkan muatan aksara lokal pada titik dan garis di OpenStreetMap, namun tag yang mengakomodasi justru seperti ‘reserved’ untuk ejaan tertentu?
Hal inilah yang menjadi perjalanan saya setelah berinisiatif untuk menyemarakkan OSM dengan memperkaya tag di Riau dan sekitarnya dengan penulisan Arab Melayu melalui hashtag #ArabMelayukanOSMRiau. Tulisan Arab Melayu, di belahan Alam Melayu lainnya lebih akrab dengan sebutan Jawi, merupakan abjad klasik untuk menulis Bahasa Melayu sebelum akhirnya digantikan oleh alfabet Latin pada era pasca-penjajahan di Nusantara.
Tulisan Arab Melayu pada Gurindam Dua Belas yang terkenal. Sumber: yopiefranz.com
Abjad ini merupakan warisan bagi orang Melayu setidaknya di lima negara: Indonesia, Malaysia, Brunei, Thailand, dan Singapura, serta diaspora Melayu lainnya seperti di Sri Lanka, Australia, dan Afrika Selatan. Penulisannya mengikuti sistem vokal Melayu, dan ditulis gundul alias tanpa harakat. Warisan tulisan ini masih diajarkan di berbagai wilayah, di Indonesia seperti provinsi Riau dan Kepulauan Riau tulisan ini menjadi mulok di kelas.
Ketika saya menemukan bahwa tag multilingual name memberikan opsi bisa memasukkan tulisan Arab Melayu, saya pun memulai inisiatif untuk menambahkannya ke berbagai hal di dalam OpenStreetMap. Saya memulai dengan nama jalan, kemudian nama wilayah seiring saya memulai proyek pribadi merapikan batas kelurahan dan kecamatan di Kota Pekanbaru, hingga fitur-fitur alami.
Permasalahan
Penamaan Melayu
Hidup sebagai keturunan Melayu di kota yang, sejatinya bervisi misi menjadi Bandaraya Melayu, nyatanya kurang implementasi, membuat saya menemui problematika yang tak jauh berbeda dari budak-budak bandar di negeri jiran: belajar budaya Melayu, tapi nanggung. Saya hanya bisa berbahasa Indonesia saja, tidak dengan Bahasa Melayu yang totok atau logat lokal kampung saya. Kenal adat Melayu, tapi tidak semuanya. Rawan apropriasi budaya. Tulisan Arab Melayu ini pun baru saya pelajari lagi sejak bersemangat untuk inisiatif ini, itu pun banyak koreksinya.
Berulang kali saya riset dan belajar sendiri bagaimana penulisan yang benar untuk tag yang akan saya tulis atau ganti. Memang, banyak nama jalan dan kantor di Riau yang ada tulisan Arab Melayunya, tapi tidak semuanya. Saya pun berusaha untuk mengeja dan menulis dengan benar. Mungkin, masih belum banyak, utamanya karena saya orangnya gampang terdistraksi hehe.
Ejaan Melayu mana yang benar?
Mungkin yang pernah baca diari ini sebelumnya tau kalau diari ini sudah banyak pembaharuan. Aslinya diari ini adalah tempat saya pertamakali menuangkan pikiran saya, yang berangkat dari kebingungan dalam memberi nama Danau Buatan:
“Kira-kira tag name:ms-Arab apakah harus sama dengan standar Bahasa Melayu Malaysia? masih bingung mau nambahin name:ms di tulisan-tulisan Arab Melayu di Pekanbaru, kaya danau kan di Bahasa Melayu Malaysia harusnya tasik ya, tapi overall lantak aja tulis Arab Melayu sesuai nama dalam B. Indonesia di Riau, kecuali memang ada nama lokalnya yang beda”
Eh, tahu-tahu, diari ini dibaca oleh seorang pengguna dari Malaysia, yaa bisa dilihat deh percakapannya di komentar di bawah. Ga dibales, hiks.
Dari saran dan referensi yang diutarakan oleh pengguna tersebut, saya pun mendapatkan kesimpulan dan pendapat yang bisa saya pertahankan, seperti yang satu ini:
Pendapat saya, name:id-Arab tidak boleh merepresentasikan Arab Melayu/Jawi, karena ada Pegon Jawa dan beberapa variasi tulisan bukan Jawi yang menggunakan aksara Arab di Indonesia. Lagipula Bahasa Indonesia hanya ditulis dalam Latin/Rumi, tidak ada opsi lain (jika tulis dengan aksara Arab maka harus ikuti kaidah Bahasa Arab), maka kesimpulannya ini sebuah hal yang mustahil.
Pendapat ini saya bulatkan setelah membaca diskusi terkait penulisan Jawi pada Melayu Pattani , yang mana mereka menggunakan logat Kelate/Kelantan yang berbeda dari Melayu Standar Malaysia. Kesimpulan pertama saya, penggunaan tag name:ms-Arab cenderung dipandang oleh pengguna di Malaysia sebagai pengejawantahan nama Melayu Standar Malaysia dalam tulisan Arab. Saya tentunya menghormati pandangan itu.
Saya pun mencoba mencari solusi dengan cara membedakan tag seperti kasus di Pattani. Tapi, setelah saya cari-cari alternatif melalui kode ISO-639, ternyata saya lupa, kalau Melayu Standar Malaysia itu aslinya juga diambil dari Melayu Johor-Riau! Dua bahasa nasional yang berakar substrat sama persis, hanya saja berbeda ejaan sesuai penjajahnya masing-masing.
Saya pun kembali bingung, mau ditulis apa dong tag multilingual name:* nya, kalo bukan ms juga? Saya sebenarnya sudah cukup akrab dengan menambahkan tag bahasa yang belum terdaftar di OSM, karena sebelumnya juga kerap menambahkan nama dalam Bahasa Bian Marind Deg dan Bahasa Banggai. Tapi, kalau kodenya sama, bagaimana mau membedakan?
Hingga hari ini pun saya mencoba untuk mencari solusinya.
Tunggu, permasalahan diari ini, belum ada solusinya?
Benar! Haha.
Lagipula, diari kan memang untuk mencurahkan segala isi hati, bukan?
Tetapi, setidaknya saya sudah mulai menerapkan beberapa solusi kecil yang sekiranya membantu dalam mengarbitrase perbedaan ejaan ini.
-
Tempat-tempat dengan nama Melayu (di Riau-Kepri), ditambahkan ejaan Melayu Standar Malaysia yang sekiranya bisa mengakomodasi tag name:ms.
-
Saya juga acapkali meninjau referensi dari Kamus Dewan (KBBI-nya Malaysia) untuk melihat perbedaan ejaan Jawi dan Arab Melayu (Riau) untuk mengecek konsistensi ejaan yang akan dipakai untuk menulis di tag name:ms-Arab.
Semua pendapat tentunya saya hormati, dan saya coba kolaborasikan. Tapi, maaf sekali Tuan AkuAnakTimur, untuk pendapat “Tidak semua tempat ada nama tertulis dalam tulisan Jawi”, sepertinya saya tidak bisa sependapat! Provinsi Riau terus meningkatkan implementasi budaya Melayu di segala elemennya, termasuk penulisan Arab Melayu. Yah, meskipun saya sempat mengeluh di awal kalau Kota Pekanbaru kurang mengimplementasikan penulisan Arab Melayu, itu karena kotanya sempat terkenal dengan autopilot-nya, dan saat ini kembali berbenah dengan makin hari makin menambahkan kearifan Melayu-nya. Buktinya, sudah makin banyak festival budaya, bangkitnya musik Melayu lokal, dan implementasi lainnya, termasuk menambahkan penulisan Arab Melayu.
Di ufuk fajar dasawarsa kedelapan Republik Indonesia dan umur Provinsi Riau yang memasuki 68 tahun ini, sudah waktunya saya sebagai kaum muda untuk meneruskan semangat kebhinekaan dengan menjaga warisan budaya Melayu dan budaya Riau lainnya agar tak lekang oleh waktu dan tak luput dalam modernnya zaman. Mari kita sama-sama melestarikan budaya, dalam konteks diari ini, tulisan Arab Melayu, dan menjadikan OpenStreetMap sebagai wadah penampungnya supaya kelak dapat menjadi kapsul waktu perjuangan kita menjaga warisan. Tentunya, saya tidak bisa sendiri melakukan ini. Mudah-mudahan, diari ini bisa dibaca lebih banyak pengguna dan memberikan masukan yang membangun, atau bahkan ikut berkontribusi untuk mencapai tujuan yang diimpikan.
Discussion
ایہہ 1؍February 2025ء 23:41 تے «AkuAnakTimur» ٹپݨی کیتی گئی سی۔
name:ms-Arab=*
(Wiki OSM) (Wikipedia bahasa Indonesia: Jawi) ada kodems
di situ, serupa Wikipedia bahasa Melayu (ada kodems
).Di Selatan Thailand juga punya tulisan Jawi, jadi,
name:mfa
(ISO 639-3).Cadangan:
name:id-Arab
.Tidak semua tempat ada nama tertulis dalam tulisan Jawi.
ایہہ 14؍June 2025ء 08:54 تے «diodaix» ٹپݨی کیتی گئی سی۔
Maaf baru membalas, tidak tahu ada diskusi, ini diari pertama saya hehe. Pendapat saya, name:id-Arab tidak boleh merepresentasikan Arab Melayu/Jawi, karena ada Pegon Jawa dan beberapa variasi tulisan bukan Jawi yang menggunakan aksara Arab di Indonesia. Lagipula Bahasa Indonesia hanya ditulis dalam Latin/Rumi, tidak ada opsi lain (jika tulis dengan aksara Arab maka harus ikuti kaidah Bahasa Arab), maka kesimpulannya ini sebuah hal yang mustahil.
Saya sebenarnya hendak mengutarakan isu perbedaan sistem penulisan Jawi di kedua wilayah. Arab Melayu Riau (dan daerah Melayu Indonesia lainnya) cenderung mempertahankan gaya tulisan lama (penambahan terbaru hanya pada huruf ؤ yang melambangkan vokal ‘o’), sedangkan Jawi Malaysia sudah banyak perubahan dan efisiensi penulisan, bukan? Tetapi, hal ini saya anggap hanya variasi dari penulisan, bukan sesuatu yang semantik.
Adapun isu yang saya bingungkan sejatinya sama dengan apa yang didiskusikan pada forum diskusi tulisan Jawi pada Melayu Pattani. Saya tertarik dengan kesimpulan oleh tuan yang dapat diaplikasikan pada isu ini. Permasalahannya adalah, Melayu Riau dan Melayu Standar Malaysia adalah bahasa yang sama, dan prinsip saya sama dengan tuan bahwa name:ms wajib sesuai standar Malaysia. Ambil permisalan pada tulisn kantor gubernur
yang mana kata gubernur tidak lazim di Malaysia. Apakah pada name:ms harus ditulis ‘gubernur’ atau ‘gabenor’ yang standar? Demikian itu yang menjadi kebingungan saya. Karena selama ini yang saya lakukan adalah menambahkan tag name:ms-Arab pada nama jalan ataupun bangunan yang tertera tulisan Jawi, namun tidak menambahkan name:ms karena saya tahu kata-kata itu tidak begitu lazim di Malaysia.